TRADISI PERAYAAN PASKAH
Berhubung dengan banyaknya teman-teman yang bertanya tentang tradisi perayaan Paskah dengan telur dan kelinci, kali ini saya coba posting artikel saya yang dulu pernah saya terbitkan dalam bentuk traktat. Semoga bermanfaat.
Paskah telah dirayakan jauh sebelum gereja mengenal tradisi perayaan Natal. Sejak abad kedua, Paskah merupakan perayaan Kristen yang paling penting. Peristiwa Paskah adalah dasar, titik tolak dan pusat iman Kristen. Keempat Injil dan seluruh kitab Perjanjian Baru ditulis, karena terjadi peristiwa paskah, yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus dari kubur. Rasul Paulus menuliskan, “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sia jugalah kepercayaan kamu” (I Kor 15:14).
Di dalam Perjanjian Lama, Paskah atau Passover atau Pesakh (Ibr) atau Pascha (Yn) adalah perayaan pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir (lambang perbudakan dosa, penghukuman dan kematian). Sejalan dengan makna Paskah dalam Perjanjian Lama, Paskah dalam Perjanjian Baru me-nunjukkan kasih, anugerah dan kuasa Allah yang meluputkan umat milik-Nya dari kutuk dan maut, membebaskan orang percaya dari pebudakan dosa serta memberikan kepastian kebangkitan kekal di akhir zaman, melalui kebangkitan Kristus. Paskah Perjanjian Baru merupakan wujud dan penggenapan Paskah Perjanjian Lama.
Pada masa lalu umat Allah merayakan Paskah dalam berbagai lambang, karena seperti yang dinyatakan dalam Kolose 2:17 dan Ibrani 10:1, hari raya-hari raya pada masa Perjanjian Lama adalah bayangan dari apa yang akan datang, dan wujudnya adalah Kristus. Pada masa kini, gereja Tuhan di seluruh dunia merayakan Paskah dalam arti yang sesungguhnya dan sempurna, yaitu Kristus Anak Domba Paskah (I Kor 5:7-8).
TRADISI YAHUDI
Dalam tradisi Yahudi yang lazim sampai saat ini, kepala keluarga mengucapkan puji-pujian lalu mengedarkan cawan anggur pertama. Makanan kecil disajikan sebagai hidangan pendahuluan. Kemudian cawan anggur yang kedua diedarkan. Lalu seorang anak laki-laki harus bertanya: “Apa arti semua upacara ini?” Kepala keluarga menjawab dengan membacakan Kitab Ulangan 26:5-11.
Pembacaan kitab suci kemudian disambut dengan menyanyikan salah satu Mazmur, biasanya Mazmur 113 – 118. Dimulai dengan Mazmur 113: “Siapakah seperti Tuhan, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi? Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari Lumpur.” Sesudah kepala keluarga membagikan roti yang tidak beragi, daging anak domba dan kuah pahit, lalu cawan anggur yang ketiga diedarkan.
Setelah semua selesai makan, mereka menyanyikan bagian kedua dari Mazmur. Biasanya nyanyian-nyanyian itu diakhiri dengan mengulang beberapa ayat tertentu, misalnya: “Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita, inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” Perayaan ini diakhiri dengan cawan anggur eempat sebagai cawan perpisahan.
Perjamuan Paskah Yahudi seperti itulah yang dirayakan Tuhan Yesus bersama murid-murid-Nya seperti yang dicatat dalam Injil Lukas 22.
TELUR DAN KELINCI PASKAH
Banyak Sekolah Minggu dan anak-anak merayakan Paskah dengan pesta telor. Ada juga kelinci yang dipakai sebagai peragaan-peragaan Paskah. Asal mula pengunaan kelinci dan telor inipun berbeda-beda ceritanya. Tetapi apa sebenarnya hubungan antara Paskah dengan telor dan kelinci?
Hubungan secara langsung sebenarnya tidak ada. Lahirnya tradisi merayakan Paskah dengan telur dan kelinci terkait dengan perayaan musim semi dan pesta kesuburan di benua Eropa pada abad-abad permulaan sebelum Kristen.
Seorang sarjana Katholik, St. Bede, yang hidup pada abad ke-8 meyakini, bahwa hari raya Paskah (Easter) yang dirayakan oleh bangsa-bangsa Eropa diambil dari istilah “Ostra” (Scandinavia) atau “Ostern” atau “Eastre” keduanya adalah dewi kesuburan dan dewi musim semi bangsa Anglo-Saxon. Perayaan menyembah dewi-dewi ini dilakukan pada bulan April dan dimeriahkan dengan kelinci-kelinci Paskah, lambang kesuburan (karena cepat berkembang biak) dan telur-telur yang diwarnai dengan warna-warna cerah, sebagai lambang matahari musim semi. Selain itu telur merupakan lambang cikal bakal kehidupan.
Bagi penduduk belahan bumi bagian Utara, musim semi adalah musim yang memperlihatkan kembali kehidupan. Pohon-pohon yang pada waktu musim gugur dan musim dingin menjadi gundul, kini mulai bertunas. Bunga mulai bermekaran. Binatang-binatang mulai keluar dari tempat perlindungannya. Kehidupan dimulai lagi. Demikianlah orang-orang Kristen sejak abad-abad permulaan merayakan Paskah dengan mengambil lambang-lambang yang sudah ada dalam tradisi penduduk setempat. Telur dan kelinci dijadikan lambang, bahwa oleh kebangkitan Kristus, hidup kita dimulai lagi secara baru untuk menjadi hidup yang bersemi dan berlimpah.
EASTER
Easter, istilah Paskah dalam Bahasa Inggris, berasal dari akar kata bahasa proto-Germanic yang artinya “to rise” (bangkit). Dalam Bahasa Jerman kontem-porer, kata “oest”, dan dalam Bahasa Inggris kata “east”, keduanya memiliki arti Timur – suatu petunjuk arah saat matahari terbit (to rise), bangkit dari kegelapan malam dan me-nyongsong tibanya pagi hari. Inilah akar kata untuk “Easter” yang sering digunakan hingga sekarang, yang menunjuk pada fakta kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dari kematian.
PENETAPAN TANGGAL PASKAH
Tanggal untuk Hari Paskah setiap tahun selalu berubah dan tidak sama. Berbeda dengan Hari Natal, Paskah tidak memiliki tanggal yang tetap. Bulannya pun tidak tetap. Kadang jatuh pada Bulan Maret, kadang Bulan April. Mengapa demikian?
Gereja mula-mula tidak pernah direpotkan dengan persoalan tanggal Paskah. Mereka merayakan Paskah setiap Hari Minggu, yaitu hari terjadinya peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Bagi mereka, setiap Hari Minggu adalah Hari Paskah. Baru pada abad ke-2 mulai ada jemaat-jemaat Kristen yang mengkhususkan Hari Minggu tertentu untuk dirayakan sebagai Hari paskah setahun sekali. Persoalan yang timbul kemudian adalah tanggal manakah yang sebaiknya dipilih sebagai Hari Paskah tahunan itu?
Jemaat Kristen Yahudi berpendapat, bahwa Paskah sebaiknya dirayakan sebagai pengganti Paskah Yahudi. Jadi tanggalnya adalah hari keempat belas dalam bulan Nisan (bulan pertama dalam Kalender Yahudi – sesudah pembuangan Babel – bersamaan dengan bulan Maret dalam kalender Masehi), tanpa mempersoalkan hari. Lain halnya dengan jemaat-jemaat Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa non-Yahudi, berpendapat bahwa Paskah dirayakan pada Hari Minggu. Masalahnya, Hari Minggu yang mana?
Pada tahun 325, dalam persidangan gereja di Nicea, ditetapkan dengan resmi sebuah patokan bersama untuk menetapkan tanggal peringatan Paskah. Patokan itu adalah: Paskah dirayakan pada Hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada tanggal 21 Maret atau sesudahnya, yaitu tanggal permulaan musim semi. Apabila bulan purnama itu jatuh pada Hari Minggu, maka Paskah dirayakan pada Hari Minggu berikutnya. Keputusan tersebut dipegang terus oleh semua gereja di dunia hingga saat ini. Dengan patokan itu, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret – 25 April.
Bulan purnama sudah dapat dihitung jauh hari di muka. Sebab itu, tanggal Paskah pun sudah dapat ditetapkan sekian puluh tahun di muka. Misalnya, dari sekarang kita sudah dapat mengetahui bahwa untuk tahun 2005 Paskah akan jatuh pada tanggal 27 Maret dan pada tahun 2010 Paskah akan jatuh pada tanggal 4 April.
Kalau tanggal Paskah sudah kita ketahui, maka akan mudah menentukan hari raya gerejawi lain di sekitar Paskah, seperti Jumat Agung (tiga hari sebelum Paskah), Kenaikan Tuhan (40 hari sesudah paskah) dan Pentakosta (50 hari sesudah Paskah).
IBADAH PADA HARI MINGGU
Hari kebaktian yang ditetapkan oleh Sepuluh Perintah Allah adalah Sabat, yaitu hari ketujuh, atau sekarang disebut Hari Sabtu. Gereja mula-mula pun berbakti pada Hari Sabtu. Tetapi kemudian gereja mengalihkan kebaktiannya pada Hari Minggu. Perubahan ini terjadi tidak terlalu lama sesudah kebangkitan Yesus. Kisah Para Rasul 20:7 mencatat bahwa “pada ‘hari pertama’ dalam minggu ini, ketika kami berkumpul untuk memecahkan roti….” dan dalam I Korintus 16:2, Paulus menulis: “Pada hari pertama tiap-tiap minggu hendaklah kamu…”
Perubahan kebaktian dari Sabtu menjadi Minggu ini merupakan satu keputusan yang drastic, mengingat bahwa gereja pada waktu itu kebanyakan terdiri dari orang-orang Yahudi, yang ingin terus memegang tradisi Sabat. Dasar perubahan itu adalah, bahwa Hari Sabat (Sabtu) adalah bayangan dari apa yang harus datang, dan mereka memandang kebangkitan Kristus sebagai peristiwa yang besar, sehingga mereka merayakannya setiap Hari Minggu.
Pada akhir abad pertama, gereja lazim menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Tuhan.” Sebutan ini kita temui dalam Wahyu 1:10, mengingat pada waktu ada kebiasaan memuja kaisar dan setiap bulan ada “Hari Kaisar” untuk menghormati kaisar naik tahta. Gereja memakai sebutan “Hari Tuhan” untuk menyatakan penghormatan kepada Kristus yang telah bangkit dari kematian. Sebutan “Hari Minggu” dalam bahasa kita sebenarnya juga berarti “Hari Tuhan” sebab kata “Minggu” itu sendiri berasal dari kata Portugis “Dominggo” yang artinya Hari Tuhan.
Dalam kebudayaan Yunani, pada zaman itu Hari Minggu merupakan perayaan untuk menghormati Dewa Matahari. Mereka menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Matahari”, tetapi gereja mengatakan bahwa hari itu adalah hari penghormatan kepada “Matahari Kebenaran” (bd. Mal 4:2), yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dari sebutan ini, kita mengenal nama Sunday, Zondag atau Sonntag.
Karena gereja mula-mula selalu merayakan Hari Minggu sebagai hari kebaktian atau ibadah, lambat laun kebiasaan itu diterima oleh masyarakat. Pada tahun 321, Kaisar Konstantinus dengan undang-undang menetapkan Hari Minggu sebagai Hari libur di seluruh wilayah kekaisarannya. Dari ketetapan itu, yang kemudian mendunia (universal), kini dunia mengenal Hari Minggu sebagai hari libur.
SALAM PASKAH
Gereja-gereja ortodoks yang banyak terdapat di Rusia, Yunani dan negara-negara eropa Timur, menyatakan kegembiraan paskah dengan salam yang khas. Mereka mengucapkan, “Kristus Tuhan. Kristus sudah bangkit!” Lalu orang yang menerima salam itu menjawab, “Benar, Ia sudah bangkit!” Ada juga gereja-gereja ortodoks yang meng-gunakan salam tersebut bukan hanya pada Hari Paskah, melainkan setiap Hari Minggu, bahkan setiap hari.
GEREJA AYAM
Di berbagai tempat di dunia, terdapat gedung-gedung gereja dengan lambang ayam jantan di atapnya atau di menaranya. Apa maksud penggunaan lambang ini? Ayam adalah lambang dimulainya sebuah hari. Setiap hari, sebelum manusia dan hewan lain bangun, ayamlah yang bangun terlebih dahulu dan membangunkan semua mahluk. Itulah sebabnya, sejak abad-abad pertengahan, banyak gereja memakai ayam sebagai lambang kebangkitan hidup Yesus Kristus. Ayam menjadi lambang munculnya hidup yang baru karena kebangkitan Tuhan. Ayam di puncak menara gereja seolah-olah hendak berkokok, “Hari ini pun Hari Paskah!”
REFLEKSI HARI INI
Kuasa kebangkitan Kristus tidak hanya berguna bagi kita pada akhir zaman, yaitu pada hari kebangkitan kekal, tetapi juga telah tersedia dengan limpah untuk kehidupan hari ini. Rasul Paulus menyebutkan, “Betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya” (Efesus 19:20). Kuasa kebangkitan-Nya memberikan kekuatan kepada yang lemah, pengharapan bagi yang putus asa, terang bagi yang berjalan dalam kegelapan, kelepasan bagi yang terbelenggu, penghiburan bagi yang susah, kasih bagi yang tertolak, kepuasan bagi jiwa yang haus dan lapar, damai bagi yang berseteru, kecukupan bagi yang kekurangan, kesembuhan bagi yang sakit, keberanian bagi yang hidup dalam bayang-bayang ketakutan, dan sahabat bagi yang kesepian. Kemenangan dan kebangkitan Kristus yang penuh mujizat menjadi dasar, titik tolak dan pusat perayaan Paskah Perjanjian Baru hingga saat ini. (Yd)
Paskah telah dirayakan jauh sebelum gereja mengenal tradisi perayaan Natal. Sejak abad kedua, Paskah merupakan perayaan Kristen yang paling penting. Peristiwa Paskah adalah dasar, titik tolak dan pusat iman Kristen. Keempat Injil dan seluruh kitab Perjanjian Baru ditulis, karena terjadi peristiwa paskah, yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus dari kubur. Rasul Paulus menuliskan, “Andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sia jugalah kepercayaan kamu” (I Kor 15:14).
Di dalam Perjanjian Lama, Paskah atau Passover atau Pesakh (Ibr) atau Pascha (Yn) adalah perayaan pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir (lambang perbudakan dosa, penghukuman dan kematian). Sejalan dengan makna Paskah dalam Perjanjian Lama, Paskah dalam Perjanjian Baru me-nunjukkan kasih, anugerah dan kuasa Allah yang meluputkan umat milik-Nya dari kutuk dan maut, membebaskan orang percaya dari pebudakan dosa serta memberikan kepastian kebangkitan kekal di akhir zaman, melalui kebangkitan Kristus. Paskah Perjanjian Baru merupakan wujud dan penggenapan Paskah Perjanjian Lama.
Pada masa lalu umat Allah merayakan Paskah dalam berbagai lambang, karena seperti yang dinyatakan dalam Kolose 2:17 dan Ibrani 10:1, hari raya-hari raya pada masa Perjanjian Lama adalah bayangan dari apa yang akan datang, dan wujudnya adalah Kristus. Pada masa kini, gereja Tuhan di seluruh dunia merayakan Paskah dalam arti yang sesungguhnya dan sempurna, yaitu Kristus Anak Domba Paskah (I Kor 5:7-8).
TRADISI YAHUDI
Dalam tradisi Yahudi yang lazim sampai saat ini, kepala keluarga mengucapkan puji-pujian lalu mengedarkan cawan anggur pertama. Makanan kecil disajikan sebagai hidangan pendahuluan. Kemudian cawan anggur yang kedua diedarkan. Lalu seorang anak laki-laki harus bertanya: “Apa arti semua upacara ini?” Kepala keluarga menjawab dengan membacakan Kitab Ulangan 26:5-11.
Pembacaan kitab suci kemudian disambut dengan menyanyikan salah satu Mazmur, biasanya Mazmur 113 – 118. Dimulai dengan Mazmur 113: “Siapakah seperti Tuhan, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi? Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari Lumpur.” Sesudah kepala keluarga membagikan roti yang tidak beragi, daging anak domba dan kuah pahit, lalu cawan anggur yang ketiga diedarkan.
Setelah semua selesai makan, mereka menyanyikan bagian kedua dari Mazmur. Biasanya nyanyian-nyanyian itu diakhiri dengan mengulang beberapa ayat tertentu, misalnya: “Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita, inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” Perayaan ini diakhiri dengan cawan anggur eempat sebagai cawan perpisahan.
Perjamuan Paskah Yahudi seperti itulah yang dirayakan Tuhan Yesus bersama murid-murid-Nya seperti yang dicatat dalam Injil Lukas 22.
TELUR DAN KELINCI PASKAH
Banyak Sekolah Minggu dan anak-anak merayakan Paskah dengan pesta telor. Ada juga kelinci yang dipakai sebagai peragaan-peragaan Paskah. Asal mula pengunaan kelinci dan telor inipun berbeda-beda ceritanya. Tetapi apa sebenarnya hubungan antara Paskah dengan telor dan kelinci?
Hubungan secara langsung sebenarnya tidak ada. Lahirnya tradisi merayakan Paskah dengan telur dan kelinci terkait dengan perayaan musim semi dan pesta kesuburan di benua Eropa pada abad-abad permulaan sebelum Kristen.
Seorang sarjana Katholik, St. Bede, yang hidup pada abad ke-8 meyakini, bahwa hari raya Paskah (Easter) yang dirayakan oleh bangsa-bangsa Eropa diambil dari istilah “Ostra” (Scandinavia) atau “Ostern” atau “Eastre” keduanya adalah dewi kesuburan dan dewi musim semi bangsa Anglo-Saxon. Perayaan menyembah dewi-dewi ini dilakukan pada bulan April dan dimeriahkan dengan kelinci-kelinci Paskah, lambang kesuburan (karena cepat berkembang biak) dan telur-telur yang diwarnai dengan warna-warna cerah, sebagai lambang matahari musim semi. Selain itu telur merupakan lambang cikal bakal kehidupan.
Bagi penduduk belahan bumi bagian Utara, musim semi adalah musim yang memperlihatkan kembali kehidupan. Pohon-pohon yang pada waktu musim gugur dan musim dingin menjadi gundul, kini mulai bertunas. Bunga mulai bermekaran. Binatang-binatang mulai keluar dari tempat perlindungannya. Kehidupan dimulai lagi. Demikianlah orang-orang Kristen sejak abad-abad permulaan merayakan Paskah dengan mengambil lambang-lambang yang sudah ada dalam tradisi penduduk setempat. Telur dan kelinci dijadikan lambang, bahwa oleh kebangkitan Kristus, hidup kita dimulai lagi secara baru untuk menjadi hidup yang bersemi dan berlimpah.
EASTER
Easter, istilah Paskah dalam Bahasa Inggris, berasal dari akar kata bahasa proto-Germanic yang artinya “to rise” (bangkit). Dalam Bahasa Jerman kontem-porer, kata “oest”, dan dalam Bahasa Inggris kata “east”, keduanya memiliki arti Timur – suatu petunjuk arah saat matahari terbit (to rise), bangkit dari kegelapan malam dan me-nyongsong tibanya pagi hari. Inilah akar kata untuk “Easter” yang sering digunakan hingga sekarang, yang menunjuk pada fakta kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dari kematian.
PENETAPAN TANGGAL PASKAH
Tanggal untuk Hari Paskah setiap tahun selalu berubah dan tidak sama. Berbeda dengan Hari Natal, Paskah tidak memiliki tanggal yang tetap. Bulannya pun tidak tetap. Kadang jatuh pada Bulan Maret, kadang Bulan April. Mengapa demikian?
Gereja mula-mula tidak pernah direpotkan dengan persoalan tanggal Paskah. Mereka merayakan Paskah setiap Hari Minggu, yaitu hari terjadinya peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Bagi mereka, setiap Hari Minggu adalah Hari Paskah. Baru pada abad ke-2 mulai ada jemaat-jemaat Kristen yang mengkhususkan Hari Minggu tertentu untuk dirayakan sebagai Hari paskah setahun sekali. Persoalan yang timbul kemudian adalah tanggal manakah yang sebaiknya dipilih sebagai Hari Paskah tahunan itu?
Jemaat Kristen Yahudi berpendapat, bahwa Paskah sebaiknya dirayakan sebagai pengganti Paskah Yahudi. Jadi tanggalnya adalah hari keempat belas dalam bulan Nisan (bulan pertama dalam Kalender Yahudi – sesudah pembuangan Babel – bersamaan dengan bulan Maret dalam kalender Masehi), tanpa mempersoalkan hari. Lain halnya dengan jemaat-jemaat Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa non-Yahudi, berpendapat bahwa Paskah dirayakan pada Hari Minggu. Masalahnya, Hari Minggu yang mana?
Pada tahun 325, dalam persidangan gereja di Nicea, ditetapkan dengan resmi sebuah patokan bersama untuk menetapkan tanggal peringatan Paskah. Patokan itu adalah: Paskah dirayakan pada Hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada tanggal 21 Maret atau sesudahnya, yaitu tanggal permulaan musim semi. Apabila bulan purnama itu jatuh pada Hari Minggu, maka Paskah dirayakan pada Hari Minggu berikutnya. Keputusan tersebut dipegang terus oleh semua gereja di dunia hingga saat ini. Dengan patokan itu, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret – 25 April.
Bulan purnama sudah dapat dihitung jauh hari di muka. Sebab itu, tanggal Paskah pun sudah dapat ditetapkan sekian puluh tahun di muka. Misalnya, dari sekarang kita sudah dapat mengetahui bahwa untuk tahun 2005 Paskah akan jatuh pada tanggal 27 Maret dan pada tahun 2010 Paskah akan jatuh pada tanggal 4 April.
Kalau tanggal Paskah sudah kita ketahui, maka akan mudah menentukan hari raya gerejawi lain di sekitar Paskah, seperti Jumat Agung (tiga hari sebelum Paskah), Kenaikan Tuhan (40 hari sesudah paskah) dan Pentakosta (50 hari sesudah Paskah).
IBADAH PADA HARI MINGGU
Hari kebaktian yang ditetapkan oleh Sepuluh Perintah Allah adalah Sabat, yaitu hari ketujuh, atau sekarang disebut Hari Sabtu. Gereja mula-mula pun berbakti pada Hari Sabtu. Tetapi kemudian gereja mengalihkan kebaktiannya pada Hari Minggu. Perubahan ini terjadi tidak terlalu lama sesudah kebangkitan Yesus. Kisah Para Rasul 20:7 mencatat bahwa “pada ‘hari pertama’ dalam minggu ini, ketika kami berkumpul untuk memecahkan roti….” dan dalam I Korintus 16:2, Paulus menulis: “Pada hari pertama tiap-tiap minggu hendaklah kamu…”
Perubahan kebaktian dari Sabtu menjadi Minggu ini merupakan satu keputusan yang drastic, mengingat bahwa gereja pada waktu itu kebanyakan terdiri dari orang-orang Yahudi, yang ingin terus memegang tradisi Sabat. Dasar perubahan itu adalah, bahwa Hari Sabat (Sabtu) adalah bayangan dari apa yang harus datang, dan mereka memandang kebangkitan Kristus sebagai peristiwa yang besar, sehingga mereka merayakannya setiap Hari Minggu.
Pada akhir abad pertama, gereja lazim menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Tuhan.” Sebutan ini kita temui dalam Wahyu 1:10, mengingat pada waktu ada kebiasaan memuja kaisar dan setiap bulan ada “Hari Kaisar” untuk menghormati kaisar naik tahta. Gereja memakai sebutan “Hari Tuhan” untuk menyatakan penghormatan kepada Kristus yang telah bangkit dari kematian. Sebutan “Hari Minggu” dalam bahasa kita sebenarnya juga berarti “Hari Tuhan” sebab kata “Minggu” itu sendiri berasal dari kata Portugis “Dominggo” yang artinya Hari Tuhan.
Dalam kebudayaan Yunani, pada zaman itu Hari Minggu merupakan perayaan untuk menghormati Dewa Matahari. Mereka menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Matahari”, tetapi gereja mengatakan bahwa hari itu adalah hari penghormatan kepada “Matahari Kebenaran” (bd. Mal 4:2), yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dari sebutan ini, kita mengenal nama Sunday, Zondag atau Sonntag.
Karena gereja mula-mula selalu merayakan Hari Minggu sebagai hari kebaktian atau ibadah, lambat laun kebiasaan itu diterima oleh masyarakat. Pada tahun 321, Kaisar Konstantinus dengan undang-undang menetapkan Hari Minggu sebagai Hari libur di seluruh wilayah kekaisarannya. Dari ketetapan itu, yang kemudian mendunia (universal), kini dunia mengenal Hari Minggu sebagai hari libur.
SALAM PASKAH
Gereja-gereja ortodoks yang banyak terdapat di Rusia, Yunani dan negara-negara eropa Timur, menyatakan kegembiraan paskah dengan salam yang khas. Mereka mengucapkan, “Kristus Tuhan. Kristus sudah bangkit!” Lalu orang yang menerima salam itu menjawab, “Benar, Ia sudah bangkit!” Ada juga gereja-gereja ortodoks yang meng-gunakan salam tersebut bukan hanya pada Hari Paskah, melainkan setiap Hari Minggu, bahkan setiap hari.
GEREJA AYAM
Di berbagai tempat di dunia, terdapat gedung-gedung gereja dengan lambang ayam jantan di atapnya atau di menaranya. Apa maksud penggunaan lambang ini? Ayam adalah lambang dimulainya sebuah hari. Setiap hari, sebelum manusia dan hewan lain bangun, ayamlah yang bangun terlebih dahulu dan membangunkan semua mahluk. Itulah sebabnya, sejak abad-abad pertengahan, banyak gereja memakai ayam sebagai lambang kebangkitan hidup Yesus Kristus. Ayam menjadi lambang munculnya hidup yang baru karena kebangkitan Tuhan. Ayam di puncak menara gereja seolah-olah hendak berkokok, “Hari ini pun Hari Paskah!”
REFLEKSI HARI INI
Kuasa kebangkitan Kristus tidak hanya berguna bagi kita pada akhir zaman, yaitu pada hari kebangkitan kekal, tetapi juga telah tersedia dengan limpah untuk kehidupan hari ini. Rasul Paulus menyebutkan, “Betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya” (Efesus 19:20). Kuasa kebangkitan-Nya memberikan kekuatan kepada yang lemah, pengharapan bagi yang putus asa, terang bagi yang berjalan dalam kegelapan, kelepasan bagi yang terbelenggu, penghiburan bagi yang susah, kasih bagi yang tertolak, kepuasan bagi jiwa yang haus dan lapar, damai bagi yang berseteru, kecukupan bagi yang kekurangan, kesembuhan bagi yang sakit, keberanian bagi yang hidup dalam bayang-bayang ketakutan, dan sahabat bagi yang kesepian. Kemenangan dan kebangkitan Kristus yang penuh mujizat menjadi dasar, titik tolak dan pusat perayaan Paskah Perjanjian Baru hingga saat ini. (Yd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar